Whatsapp

Ada yang ditanyakan?
Klik untuk chat dengan customer support kami

Ki Sukma
● online
Ki Sukma
● online
Halo, perkenalkan saya Ki Sukma
baru saja
Ada yang bisa saya bantu?
baru saja
Kontak Kami
Member Area
Rp
Keranjang Belanja

Oops, keranjang belanja Anda kosong!

Padepokan Inti Semesta Jasa Spiritual Terbaik & Terpercaya

Beranda » Blog » Seputar Sejarah Kerajaan Sriwijaya

Seputar Sejarah Kerajaan Sriwijaya

Diposting pada 5 January 2022 oleh Ki Sukma / Dilihat: 74 kali / Kategori:

Seputar Sejarah Kerajaan Sriwijaya

Barangkali masih ada beberapa orang yang asing dengan nama Sriwijaya. Perlu diketahui Sriwijaya merupakan nama dari sebuah kerajaan besar dari Sumatera yang pernah menjadikan tanah Nusantara ini disegani oleh bangsa-bangsa lain.

Namun meski kerajaan ini sangat besar pada masanya, ada sebuah misteri yang hingga kini  belum terpecahkan. Mengenai misteri  yang dimaksud adalah letak istana dan dimana ibu kota dari kerajaan ini belum diketahui secara pasti.. Meskipun sebagian besar  ilmuwan menyepakati Palembang sebagai pusat Sriwijaya pada periode awal, perdebatan tentang letak ibu kota kerajaan ini selalu muncul. Sebabnya, hingga sekarang belum ditemukan sisa-sisa reruntuhan yang merupakan istana atau keraton Sriwijaya.

Mengenai peluang terjadinya penemuan kraton Sriwijaya, para ahli menyatakan kemungkinannya tipis sekali. “Permukiman” sriwijaya dibuat dengan konsep mendesa,” jelas Nurhadi Rangkuti, Kepala Balai Arkeologi Palembang. “Rumah-rumah dibangun dengan bahan kayu dan bambu berupa rumah panggung atau rumah terapung,” lanjutnya. Hal tersebut karena lokasi pemukiman berada di tepian sungai Musi yang terkadang meluap. Dataran di wilayah Palembang pada masa silam juga banyak berupa rawa. Hanya bangunan keagamaan yang dibangun oleh Sriwijaya dengan bahan bata merah, mengingat lokasinya berada di tempat yang tinggi.

Catatan Cina di awal abad ke-13 berjudul Chu-Fan-Chi (Catatan tentang Negeri-negeri Bar-bar/ Asing) yang ditulis oleh Chau-Ju-Kua juga mengonfirmasi hal ini. Para penduduk Sanfo-tsi (Sriwijaya, red) tinggal secara tersebar di luar kota atau di atas air, dengan rakit-rakit yang dilapisi dengan alang-alang, ” tulis Chau-Ju-Ka”.

Kearifan Kerajaan Sriwijaya yang Mulai Ditinggalkan

Dari puncak gardu pandang di luar pagar taman Sriwijaya akan terlihat dengan jelas galur-galur lebar, sekitar empat meter, penuh enceng gondok. Meski tertutup vegetasi, galur-galur itu terlihat membentuk garis lurus membentuk persimpangan. “Itu kanal Sriwijaya yang membentang di sepanjang daerah ini,” kata Nurhadi Rangkuti, arkeolog lahan basah dari balai Arkeologi Palembang. Meski belum tahu secara pasti fungsi kanal itu, ia menduga, kanal memiliki kaitan dengan daerah pemukiman Sriwijaya. Kanal itu merupakan bagian dari sana transportasi yang memiliki akses ke Sungai Musi. Situs Karang Anyar terletak di kelokan Sungai Musi. Kawasan itu dikelilingi kanal dan parit buatan dengan kolam di dalamnya. Dari atas gardu terlihat sebuah kanal lurus, yang kata Nurhadi, panjangnya mencapai 3,3 Kilometer dan memotong Kelokan Sungai Musi.

Analisis karbon menunjukkan, lapisan tanah di kanal itu berasal dari abad ke-7 Masehi sampai ke-13 Masehi, masa dimana Kerajaan Sriwijaya berkuasa. Saat pengerukan kanal tahun 1990, arkeolog menemukan sisa papan perahu yang kontruksinya menggunakan teknik papan ikat dengan ijuk dan pasak kayu.

Dugaan bahwa kanal itu terkait dengan daerah pemukiman terbukti ketika arkeolog menemukan perlengkapan rumah tangga berupa mangkuk, periuk, dan piring berbahan keramik dan tembikar. Kebanyakan keramik yang ditemukan berasal dari China masa Dinasti Tang abad ke-8 Masehi sampai ke-10 Masehi. Nurhadi tidak berani menyimpulkan bahwa keramik China itu menunjukkan kelas sosial tertentu yang bermukim  di sekitar kanal.

Bambang Budi Utomo yang akrab disebut Tomi, peneliti utama bidang arkeologi sejarah Pusat Arkeologi Nasional (Pusarnas, dulu Puslit Arkenas) yang pernah meneliti Kanal pada tahun 1988, menemukan artefak keramik, manik-manik dan banyak cetakan stupika (stupa kecil dari tanah liat). “Adapun stupikanya ditemukan di daerah Srawati, sebelah timur kota Palembang),” Tomi bertutur.

Dari perjalanan ke Bhutan, Tomi mendapatkan stupika berisi mantra Buddha. Di sana stupika masih menjadi bagian dari kehidupan warga. Stupika diletakkan di tempat keramat seperti tikungan jalan, pinggir jurang, dicampur abu jenazah.

Hulu ke Hilir

Pemukiman Sriwijaya menjadi objek penelitian yang terus digali oleh peneliti arkeologi. Penelitian awal tentang pemukiman Sriwijaya dilakukan sekitar tahun 1988 oleh pusarnas, dulu bernama Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional (Puslitbang Arkenas). Nurhadi menyebut, penelitian di daerah rawa menemukan situs-situs masa pra-Sriwijaya (abad ke 4 -5 Masehi), masa Sriwijaya (abad ke-7 – 13 Masehi), hingga pasca Sriwijaya.

“Kami mulai pencarian dari pinggir Sungai Musi di kota Palembang berdasar Prasasti Kedukan Bukit berangka 682 Masehi,” Kata Tomi. Prasasti menyebutkan, Dapunta Hiyan (Pendiri Sriwijaya) datang membuat wanua (kampung). Penggalian pertama dilakukan di sekitar situs museum Sultan Badaruddin II di Palembang. Di situ ditemukan deposit pecahan keramik. Empat tahun setelah penggalian awal tahun 1988, para arkeolog beralih menggali ke kawasan hilir, air Sugihan dan Karangagung.

Dari informasi warga yang menemukan keramik, manik-manik batu, emas, dan anak timbangan dari Terakota, arkeolog menggali situs air Sugihan di Kabupaten Banyuasin dan Ogan Komering Ilir, serta situs Karangagung tengah, Kabupaten Musi Banyuasin.

Selain pecahan tembikar dan keramik alat rumah tangga, arkeolog menemukan tonggak kayu bekas rumah. Analisis keramik menunjukkan, temuan berasal dari abad ke 5 – 6 Masehi, masa Pra-Sriwijaya. Temuan lain berupa kemudi perahu, barang tembikar, manik-manik kaca dan batu, artefak logam, bandul jaring, batu asah gelang kaca dan logam.

Adaptasi dengan Alam

Pemukim kuno membangun rumah agar bisa beradaptasi dengan alam. Rumah panggung dengan tiang-tiang tinggi dibangun tanpa mengubah fungsi rawa sebagai daerah pasang surut air sungai. “Ketika air pasang, rumah-rumah itu tidak kebanjiran,” kata Nurhadi. Sebagai “jalan” penghubung antar rumah dibangun jerambah (jembatan kayu). Sarana transportasi menggunakan perahu jukung melalui anak-anak sungai yang kini ditimbun atau mengalami pendangkalan.

Tembikar digunakan untuk menyimpan air karena kondisi rawa sulit air. Air berasal dari sumber yang cukup jauh. Nurhadi mengatakan, pembangunan kota Palembang modern seharusnya mengacu pada kearifan lokal masyarakat kuno. Mereka berupaya hidup berdamai dengan alam. Pembangunan Palembang sekarang dengan menguruk rawa tanpa membuat drainase yang baik membuat kota itu sering terendam banjir. Tomi menambahkan, setelah dibangun jalan darat, pola pemukiman di Sumatera Selatan banyak berubah. Masyarakat yang dulu tinggal di pinggir sungai, kini berpindah membangun rumah di tepi jalan. “Sungai yang duludiperlakukan secara terhormat dan menjadi beranda depan rumah, kini menjadi bagian belakang rumah dan digunakan untuk membuang kotoran,” kata Tomi.

Inilah yang menjadikan dugaan dari para peneliti dan sejarawan bahwa kearifan Sriwijaya kini perlahan mulai ditinggalkan.

Sumber: Posmo

Punya masalah hidup yang tak kunjung selesai? Temukan solusinya bersama Spiritualis Kondang Pangeran Sukma Jati (Ki Sukma – Sobat Mistis Trans 7)

PRAKTEK DI 3 KOTA

Jakarta

Jl. Mampang Prapatan Raya, Jakarta Selatan
Gedung Graha Krama Yudha
Untuk pendaftaran silahkan buat appointment (janji) via nomor Hp di bawah ini.
Jam praktek: Pk. 09.00 s.d 17.00 WIB

Bandung (Pusat)

Perumahan Maharani Village Blok D.10 Jl. Cigugur Girang Kp. Sukamaju Rt/Rw 05/05 Desa Cigugur Girang Kecamatan Parongpong Kabupaten Bandung Barat. Jam praktek: Pk. 09.00 s.d 17.00 WIB

Untuk pendaftaran silahkan buat appointment (janji) via nomor Hp di bawah ini.

Banten

Jl. Ki Mudakkir, Link. Cigading, Cilegon – Banten.

Untuk pendaftaran silahkan buat appointment (janji) via nomor Hp di bawah ini.

Tlp/ Hp. 081296609372 (WhatssApp dan Telegram) dan 081910095431 (WhatsApp)a

Tags: , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

Bagikan ke

Diposting oleh

Pangeran Sukma Jati Azmatkhan atau yang biasa dipanggil Ki Sukma adalah Pendiri sekaligus Guru Besar Padepokan Inti Semesta yang berlokasi di Bandung. Padepokan tersebut mengajarkan Ilmu Hikmah Spiritual dan Pencak Silat & Debus aliran Banten.

Seputar Sejarah Kerajaan Sriwijaya

Saat ini belum tersedia komentar.

Silahkan tulis komentar Anda

Alamat email Anda tidak akan kami publikasikan. Kolom bertanda bintang (*) wajib diisi.

*

*

Seputar Sejarah Kerajaan Sriwijaya

Produk yang sangat tepat, pilihan bagus..!

Berhasil ditambahkan ke keranjang belanja
Lanjut Belanja
Checkout
Produk Quick Order

Pemesanan dapat langsung menghubungi kontak dibawah: